pengunjung

Minggu, 12 Juni 2011

keharuman islam dari afrika

Kali akan membahas Keharuman Dari Afrika. Menjelang persiapan berhaji, dengan ‘lahap’ kubaca berbagai bacaan tentang situasi di tanah suci untuk bekal perjalanan nanti dan kupersiapkan mentalku untuk menghadapi tantangan yang ada.

Sebagian kecil cerita adalah tentang adanya aroma kurang sedap yang sering muncul saat beribu orang berkerumun di tanah suci, khususnya yang muncul dari saudara kita yang berpostur tinggi besar dan berkulit hitam dari benua Afrika. Sampai ada pesan untuk bersabar bila mendapat cobaan aroma seperti itu.

Di saat yang sama, berbagai berita di televisi dan majalah sering menayangkan kisah pilu tentang perang dan bencana kekeringan di benua Afrika yang menyebabkan jutaan warganya kelaparan atau menjadi pengungsi. Mereka terpaksa mengungsi ke negri lain untuk sekedar menyelamatkan jiwa, tanpa bekal harta dan benda. Tiada pakaian, makanan dan tempat tinggal yang mencukupi, bahkah keluargapun sering terpecah ke sana kemari. Video dan foto bertebaran tentang tubuh-tubuh kurus kering yang memegang mangkuk kosong dikelilingi lalat, mengantri panjang demi jatah sesendok bubur di pengungsian. Sungguh suatu gambaran yang selalu membuatku terenyuh dan mendoakan mereka dalam shalatku.

Sementara itu, batinku bertanya, kemanakah perginya kejayaan benua Afrika masa lalu, seperti yang salah satu kisahnya kudengar dalam cerita nabi Sulaiman AS.? Ketika itu ada sebuah kerajaan yang makmur dan kaya di Afrika dengan ratu yang cantik jelita, ratu Balqis atau sering juga disebut ratu Sheba. Duhai, sungguh kontras apa yang terjadi dahulu dengan kini. Semakin mengingatkan aku pada kenyataan bahwa apa yang tampak jaya pada masa kini bisa jadi berubah bila Allah menghendaki. Sungguh, semua yang ada di dunia ini hanya tipuan belaka.

Menjelang berhaji, aku merasakan bahwa semakin aku menggali ilmu untuk mendekatkan diri pada Allah, petunjukNya makin sering datang menjawab setiap pertanyaanku. Sungguh Allah Maha Besar. Terkait dengan peringatan tentang aroma tak sedap di musim haji, aku bertemu juga dengan hadis serupa tentang orang yang berpuasa, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.’” (HR. Muslim No. 1151)

Ah, sungguh aku tak tahu bau kesturi itu seperti apa, tetapi pastilah bau yang wangi dan sedap. Begitulah Rasulullah SAW. mengajari kita untuk menghargai sesama manusia dari niat ibadah yang ia lakukan, seperti juga mengharai bau mulut orang berpuasa. Karenanya, aku berpikir bahwa pastilah aroma badan orang yang berhaji sungguh harum bagi Rasulullah saw dan dicintai oleh Allah SWT.

Meresapi hadis di atas, aku merasa malu bila harus terganggu dan khawatir oleh bau badan orang berhaji. Karenanya, dengan rasa pasrah dan merendahkan diri, aku berdoa pada, agar Allah melindungi aku. Kumohon setulus hati untuk diijinkan menghirup lepas udara dan mencium tanah di bumi suci Allah dengan aman. Bukankan bau mulut orang berpuasa seperti bau Kesturi bagiNya?

Maka di tanah suci Allah, kucoba untuk tidak mengenakan masker penutup mulut. Kuberdoa sekuatnya, mohon ijin menikmati bau udara di bumi Allah yang suci.

Ketika sampai di tanah suci, aku bermunajat di pelataran Masjidil Haram, terkagum dengan warna warni manusia dan pakaiannya. Wahai, bahkan dengan syarat berpakaian yang sama, tiap manusia menerapkannya sangat berbeda. Sementara jemaah dari timur tengah berpakaian serba hitam, sebagian yang lain dari Asia berpakaian putih bersih. Bahkan ada juga yang berbusana warna cerah, meriah bahkan bunga-bunga, terutama dari Afrika.

Aku sangat terkesan pada sekelompok muslim wanita dari Afrika yang kulihat menggelar lapak kardus di halaman masjidil haram, untuk tidur bersama, berkelompok. Entah ada atau tidak asrama bagi mereka.
Baju seragam mereka berwarna merah muda menyala alias ‘shocking pink’ dengan cap bermotif tulisan Arab dibentuk bulat, sangat besar di bagian belakang kepala, mungkin penanda daerah asal dan rombongannya. Bahan busana mereka yang bertenun jarang dan tipis, penanda bahan yang murah. Melihat situasi mereka, aku mengucap pujian kepada Tuhan. Betapa dalam kesederhanaannya mereka datang berkelompok mengharap keridhoan Allah semata, meskipun beralas lapak kardus dan berselimut udara dingin di bawah lampu pelataran Masjid.

Kesederhanaan jemaah Afrika mendorongku untuk tidak mengeluh dan banyak bersyukur atas setiap kenikmatan yang kualami. Dalam thawaf dan doaku senantiasa kudoakan kelancaran ibadah bagi mereka di benua Afrika yang kini terbungkus berbagai masalah. Hatiku menangis untuk mereka, dan untuk rasa syukur atas nikmat Allah padaku. Ketika melewati rombongan jamaah Afrika, hatiku bergetar dan aku menghirup nafas dalam-dalam, mengharap ijin Allah, untuk menikmati bumiNya tanpa khawatir. Ya Allah, aku bersama orang-orang yang mengharap ridho-Mu, sungguh mulia engkau ya Allah.

Betapa besar rasa syukurku kepadaNya karena tidak sekalipun aku mencium aroma yang tidak sedap. Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu, ia memberikan syafaat bagi siapa saja yang ia kehendaki, termasuk aku yang bukan apa-apa ini. Suatu pagi, ketika sedang bertemu dan mengobrol bersama teman lamaku di dekat Masjidil haram, tiba-tiba dua orang dara berkulit hitam memakai abaya hitam yang lewat disampingku menyodorkan kotak persegi panjang berwarna merah jambu. Terheran, karena keduanya memandangku dan bukan temanku, aku bertanya, “For me…?” Mereka berdua tersenyum geli tanpa suara. Wajah hitam mereka, subhanallah, cantik jelita. Ah, di dunia yang didominasi citra bahwa ‘kulit putih itu cantik’, sungguh jarang kita melihat wajah hitam yang cantik.

Salah satu dara jelita itu tersenyum meyakinkan sambil mengangguk, “For you…”. Semua terjadi begitu cepat dan tidak terduga. Maka aku terima bungkusan itu sambil heran dan mengamati apa ini gerangan… Ternyata tertulis bahwa kotak itu berisi minyak wangi. Langsung kumencari sang pemberi minyak wangi untuk berterima kasih. Tapi, tampaknya mereka berjalan cepat dan menghilang di belokan.

Tinggallah aku dan temanku terheran-heran. Temanku berkata, “Ini mungkin hadiah atas sesuatu yang kamu lakukan.” Aku terenyuh dengan kemurahan sang Rabbi, entah ini pertandamu atau bukan, ya Allah. Bolehkan kiranya aku berprasangka baik padaMu, bahwa ini balasan kecilMu atas doaku bagi para jamaah berkeruding merah jambu, dan bagi umatMu di Afrika? Subhanallah, hanya Allah yang tahu. Apapan itu, pengalaman ini jadi bagian hubunganku dengan sang Rabb, penguat iman dan taqwa padaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar